Minggu, 28 September 2014

makalah



MAKALAH
DIKSI : MAKNA IDIOMATIK, UNGKAPAN, MAJAS, DAN PRIBAHASA
DAN
MENANGKAP PESAN YANG TERSIRAT DALAM KARYA SASTRA
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS PELAJARAN BAHASA INDONESIA
KELAS XII SEMESTER I
TP 2014/2015















DISUSUN OLEH :
1.      EKA APRILIA SUSANTI
2.      ROSITA ANGGRAINI
3.      SEPTI SELI NINGSIH
4.      SUTRIONO

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN ROUDLOTUL HUDA
PURWOSARI KEC. PADANG RATU KAB. LAMPUNG TENGAH


KATA PENGANTAR

Dengan
 mengucapkan syukur alhamdulilahirabbil`alamin kami panjatkan kehadirat Alloh SWT, kami telah menyelesaikan makalah yang berjudul “DIKSI : MAKNA IDIOMATIK, UNGKAPAN, MAJAS, DAN PRIBAHASA DAN MENANGKAP PESAN YANG TERSIRAT DALAM KARYA SASTRA. Makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih lanjut tentan Pelajaran Bahasa Indonesia.

Harapan kami semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menjadi referensi bagi kita sehingga dapat mengetahui lebih lanjut tentang Pelajaran Bahasa Indonesia.
Makalah yang kami buat ini tentunya masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan masukan yang bersifat konstruktif demi kesmpurnaan makalah ini.

                                                                                                Purwosari, 27 Agustus 2014
                                                                                                            PENYUSUN




                                                                                                            KELOMPOK II






DAFTAR ISI

Halaman judul                                                                                               1      
Kata pengantar                                                                                              2
Daftar isi                                                                                                         3
Pendahuluan                                                                                                  4
Rumusan masalah                                                                                         4
Tujuan penulisan                                                                                           4
Pembahasan                                                                                                   5
a)      Pengertian Diksi                                                                                 5
b)      Pembagian makna kata                                                                     6
c)      Ungkapan,pribahasa dan majas                                                       9
d)      Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata Dan Kata                                                15
e)      Menangkap pesan yang tersirat dalam karya sastra                                   16
Penutup                                                                                                          18
a)      Simpulan                                                                                            18
b)      Saran                                                                                                   `18















BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
    Bahasa terbentuk dari beberapa tataran gramatikal, yaitu dari tataran terendah sampai tertinggi adalah kata, frase, klausa, kalimat. Ketika anda menulis dan berbicara, kata adalah kunci pokok dlam membentuk tulisan dan ucapan. Maka dari itu kata-kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, supaya ide dan pesan seseorang dapat dimengerti dengan baik. Kata-kata yang digunakan dalam komunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana. Tidak dibenarkan menggunakan kata-kata sesuka hati, tetapi yang harus mengikuti kaidah-kaidah yang benar.
Menulis merupakan kegiatan yang menghasilkan ide secara terus menerus dalam bentuk tulisan yang teratur yang mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan, perasaan ( ekspresif ). Untuk itu penulis atau pengarang membutuhkan keterampilan dalam hal struktur bahasa dan kosakata. Yang terpenting dalam menulis adalah penguasaan kosakata yang merupakan bagian dari diksi. Ketetapan diksi dalam membuat suatu tulisan atau karangan tidak dapat diabaikan demi menghasilkan tulisan yang mudah dimengerti. Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata pengarang dalam menggambarkan “ cerita “ pengarang. Walaupun dapat diartikan begitu, diksi tidak hanya pilih-memilih kata saja atau mengungkapkan gagasan pengarang, tetapi juga meliputi gaya bahasa, dan ungkapan-ungkapan.

B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian diksi ?
2. Bagaimana pembagian makna kata ?
3. Apa penyebab kesalahan pemakaian gabungan kata dan kata ?
C.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Siswa mampu mengetahui pengertian diksi.
2. Siswa mampu mengetahui bagaimana pembagian makna kata.
3. Siswa mampu mengetahui penyebab kesalahan pemakaian gabungan kata dan kata.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini adalah kajian pustaka, yakni dengan mengkaji buku-buku yang sesuai dengan topik.






BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Diksi
      Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketetapan kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang diperlukan.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Disamping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu. Pemilihan kata akan dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Ketersediaan kata akan ada apabila seseorang mempunyai bendaharaan kata yang memadai, seakan-akan ia memiliki senarai (daftar) kata. Senarai kata itu dipilih satu kata yang paling tepat untuk mengungkapkan suatu pengertian. Tanpa menguasai sediaan kata yang cukup banyak, tidak mungkin seseorang dapat melakukan pemilihan atau seleksi kata.
Pemilihan kata bukanlah sekedar kegiatan memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai dengan konteks dimana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan nilai rasa masyarakat pemakainya. Untuk itu, dalam memilih kata diperlukan analisis dan pertimbangan tertentu. Sebagai contoh, kata mati bersinonim dengan mampus ,wafat, tewas, gugur, berpulang, kembali ke haribaan Man, dan lain sebagainya. Akan tetapi, kata-kata tersebut tidak dapat bebas digunakan. Mengapa? Ada nilai rasa dan nuansa makna yang membedakannya.
Diksi adalah ketepatan pilihan kata . Penggunaan ketepatanp pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejunlah kosakata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengkomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya. Selain kata yang tepat, efektivitas, komunikasi menuntut persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi. Syarat- syarat ketetapan pilihan kata:
1. Membedakan makna denotasi dan konotasi yang cermat,
2. Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim, misalnya:            adalah,ialah,merupakan, yaiu, dalam pemakaiannya berbeda- beda.
3. Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaannya, misalnya: inferensi           (kesimpulan ), dan interferensi (saling mempengaruhi ), sarat ( penuh, bunting ) dan syarat ( ketentuan ).
4. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasasrkan pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakaian kata harus menemukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya: modern sering diartikan secara subjektif canggih menurut kamus modern berarti terbaru atau mutakhir, canggih berarti banyak cakap, suka menggangu, banyak mengetahui, bergaya intelektual.
5. Menggunakan imbuhan asing ( jika diperlukan ) harus memahami maknanya secara tepat, misalnya: dilegalisir seharusnya dilegalisasi, koordinir seharusnya koordinasi.
6. Menggunakan kata-kata idomatik berdasarkan susunan ( pasangan ) yang benar, misalnya:      sesuai bagi seharusnya sesuai dengan.
7. Menggunakan kata umum dan khusus secara cermat. Untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik karangan ilmiah sebaiknya menggunakan kata khusus ke umum mislnya mobil ( kata umum ) , corolla ( sedan buatan Toyota )
8. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya : issu ( berasal dari issue             berarti publikasi, kesudahan, perkara ) isu ( dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabarangin, desas-desus ).
9. Menggunakan dengan cermat kata bersinonim ( pria dan laki-laki, saya dan aku, serta buku dan kitab ), berhomofoni ( misalnya: bangdan bank ) dan berhomografi( misalnya: apel buah, apel upacara, buku ruas, buku kitab ).
10. Menggunakan kata abstrak (konseptual misalnya: pendiikan, wirauasaha dan pengobatan modern dan kata konkret ( kata khus misalnya: mangga, sarapan, dan berenang ).
Selain ketepatan pilihan kata itu, pengguna bahasa harus pula memperhatikan kesesuaian kata agar tidak merusak makna, suasana, dan situasi yang hendak ditimbulkan, atau suasana yang sedang berlangsung. Syarat kesesuaian kata:
1. Menggunakan ragam baku d engan cermat dan tidak mencampuradukan penggunakannya                                                                     dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam pergaulan, misalnya: hakikat (baku), hakekat (tidak baku), konduite (baku), kondite (tidak baku),
2. Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat, misalnya:   kencing (kurang sopan), buang air kecil (lebih sopan), pelacur (kasar), tunasusila (lebih halus),
3. Menggunakan kata berpasangan (idiomatuik), dan berlawanan makna dengan cermat,   misalnya: sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar), bukan hanya melainkan juga (benar), bukan hanya tetapi juga (salah), tidak hanya tetapi juga (benar),
4. Menggunakan kata dengan nuansa tertentu, misalnya: berjalan lambat, mengesot, dan merangkak, merah darah; merah hati. Menggukan kata ilmiah untuk karangan ilmiah, dan komunikasi non ilmiah (surat-meyurat, diskusi umum)
5. menggunakan kata popular, misalnya: argumentasi (ilmiah), pembuktian (popular), psikologi (ilmiah), ilmu jiwa (popular).Menghindarkan penggunaan ragam lisan (pergaulan dalam bahasa tulis), misalnya: tulis, baca, kerja (bahasalisan), menulis, menuliskan, membaca, membacakan, bekerja, mengerjakan, dikejakan, (bahasa tulis).

B. PEMBAGIAN MAKNA KATA
a). Makna Denotatif
      Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya . Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung dalam sebuah kata secara objektif. Makna denotatif (denotasi) lazim disebut 1) makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi (pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, atau pengalaman yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan objektif. 2) makna sebenarnya, umpamanya, kata kursi yaitu tempat duduk yang berkaki empat (makna sebenarnya). 3) makna lugas yaitu makna apa adanya, lugu, polos, makna sebenar.
Contoh:
Wanita dan perempuan secara konseptual sama ; gadis dan perawan secara denotatif sama makananya, kumpulan, rombongan, gerombolan, secara konseptual sama maknanya. Istri dan bini secara konseptual sama.
b). Makna Konotatif
      Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap social, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual . Makna konotatif atau konotasi berarti makna kias, bukan makna sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyakat ke masyarakat lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut. Makna konotasi juga dapat berubah dari waktu ke waktu. Dalam kalimat“ Megawati dan Susilo Bambag Yudhoyono berebut kursi presiden.” Kalimat tersebut tidak menunjukan makna bahwa Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono tarik-menarik kursi Karena kata kursi berarti jabatan presiden.
Makna konotatif dan denotatif brhubungan erat denagan kebutuhan pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada suatu makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna yang mempunyai tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus, sedangkan denotatif maknanya umum.
Kalimat dibawah ini menunjukan hal itu.
Dia adalah wanita manis (konotatif)
Dia adalah wanita cantik (denotatif)
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan gambaran umum seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu maksud yang bersifat memukau perasaan kita.
Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-kata yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek daripada bodoh ), mampus (lebih jelek daripada mati), dan gubuk (lebih jelek daripada rumah). Di pahak lain, kata-kata itu dapat memngandung arti kiasaan yang terjadi dari makna denotative referen lain. Makna yang dikenakan kepada kata itu dengan sendirinya akan ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal ini. Perhatikan contoh dibawah ini.
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh kepercayaan masyarakat.
Kata membanting tulang (yang mengambil suatu denotatif kata pekerjaan membanting sebuah tulang) mengandung makna “bekerja keras” yang mengandung sebuah kiasan. Kata membanting tulang dapat kita masukan dalam golongan kata yang bermakna konotatif.
Kata-kata yang dipakai secara kiasan pada suatu kesempatan penyampaian seperti ini disebut idiom atau ungkapan. Semua bentuk idiom atau ungkapan tergolong dalam dalam kata yang bermakna konotasi

c). Makna Umum Dan Khusus
       Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya. Makin luas ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, mana kata menjadi sempit ruang lingkupnya makin khusus sifatnya.
Makin umum suatu kata makin besar kemungkinan terjadi salah paham atau perbedaan tafsiran. Sebaliknya, makin khusus, makin sempit ruang lingkupnya, makin sedikt terjadi salah paham. Dengan kata lain, semakin khusus makna kata yang dipakai, pilihan kata semakin cepat. Perhatikan contoh berikut:
1) Kata umum: melihat
   Kata khusus: melotot, melirik, mengintip, menatap, memandang,
2) Kata umum: berjalan
    Kata khusus: tertatih-tatih, ngesot, terseok-seok, langkah tegap,
3) Kata umum: jatuh
   Kata khusus: terpeleset, terjengkang, tergelincir, tersungkur, terjerembab, terperosok, terjungkal.
d). Kata Konkret dan Abstrak
    Kata yang acuannya semakin mudah dicerap pancaindra disebut kata konkret , seperti meja, rumah, mobil, dan lain-lain. Jika suatu kata tidak mudah dicerap panca indra maka kata itu disebut kata abstrak , seperti gagasan dan saran.Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi jika dihambur-hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samar dan tidak cermat.

e). Sinonim
      Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan . Sinonim ialah persamaan makna kata . Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda bentuk ejaan, dan pengucapannya.
Contoh: agung, besar, raya
Mati, mangkat, wafat, meninggal, dan lain-lain.

f). Pembentukan Kata
     Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan luar bahasa Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah ada, sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kata baru, misalnya: tata buku, tata bahasa, daya tahan, dan lain-lain. Dari luar bahasa Indonesia terbentuk kata-kata melalui pungutan kata, misalnya: bank, valuta, dan lain-lain.

g). Perubahan Makna
     Bahasa berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat pemakainya, pengembangan diksi tejadi pada kata. Namun, hal ini berpengaruh pada penyusunan kalimat, paragraf, dan wacana. Pengembangan tersebut dilakukan memenuhi kebutuhan komunikasi. Komunikasi kreatif berdampak pada perkembangan diksi, berupa penambahan atau pengurangan kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu ,bahasa berkembang dengan sesuai kualitas pemikiran pemakainya. Perkembangan dapat menimbulkan perubahan yang mencakup perluasan, penyempitan, pembatasan, pelemahan, pengaburan, dan penggeseran makna.
Faktor penyebab perubahan makna:
1. Kebahasaan
    Meliputi perubahan intonasi, bentuk kata, dan bentuk kalimat.
a) Perubahan intonasi adalah perubahan makna yang diakibatkan oleh perubahan nada, irama, dan tekanan.
Contoh dalam kalimat;
• Paman teman saya belum nikah
• Paman, teman saya belum nikah
• Paman, teman, saya belum nikah
• Paman, teman, saya, belum nikah
b) Perubahan struktur frasa: kaleng susu (kaleng bekas tempat susu) susu kaleng (susu yang dikemas dalam kaleng), dokter anak (dokter spesialis anak), anak dokter (aanak yang dilahirkan oleh orang tua yang menjadi dokter).
c) Perubahan bentuk kata adalah perubahan makna yang ditimbulkan oleh perubahan bentuk.     Contoh; tua (tidak muda) jika ditambah awalan ke- maka menjadi ketua, makna berubah menjadi pemimpin.
d) Kalimat akan berubah makna jika struktur kalimatnya berubah. Perhatikan kalimat berikut:
• Karena sudah diketahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus penjahat itu.
Kalimat diatas, salah kesejajaran bentuk kata diketahui seharusnya mengetahui.
• Karena mengetahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus penjahat itu.
• Pencuri itu segera diringkus oleh satpam karena sudah diketahui sebelumnya.
2. Kesejarahan
     Kata perempuan pada zaman penjajahan Jepang digunakan untuk untuk menyebut perempuan penghibur. Orang menggantinya dengan kata wanita . Kini setelah orang melupakan peristiwa tersebut menggunakan nya kembali, dengan pertimbangan, kata perempuan lebih mulia dibanding kata wanita.
3. Kesosialan
    Masalah kesosialan berpengaruh terhadap perubahan makna. Contoh; petani kaya disebut petani berdasi, militer disebut baju hijau.
4. kejiwaan
   Perubahan makna Karena faktor kejiwaan ditimbulkan oleh pertimbangan: rasa takut, kehalusan ekspresi, dan kesopanan. Perhatikan contoh berikut ini:
a) Tabu:
• Pelacur disebut tunasusila
• Germo disebut hidung belang
b) Kehalusan:
• Bodoh disebut kurang pandai
• Malas disebut kurang panadi
c) Kesopanan:
• Ke kamar mandi disebut kebelakang
• Gagal disebut kurang berhasil
5. Bahasa Asing
    Perubahan makna karena faktor bahasa asing, misalnya kata tempat orang terhormat diganti dengan VIP.
6. Kata Baru
    Kreativitas pemakai bahasa berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut, memerlukan bahasa sebagai alat ekspresi dan komunikasi. Pethatikan penggunaan kata: jaringan, kinerja,dan justifikasi.
• Jaringan kerja untuk menggantikan network
• Justifikasi untuk menggantikan pembenaran
• Kinerja untuk menggantikan performace
 C. UNGKAPAN, PRIBAHASA DAN MAJAS
1.   PENGERTIAN UNGKAPAN
         ungkapan adalah kelompok kata yang memiliki arti kias/arti baru. Yang tidak dapat diramalkan berdasarkan unsur-unsur pembentuknya
contoh :
        kambing hitam    : tertuduh
        buah hati             : anak kesayangan
        mulut manis         : perayu
        makan hati           : membuat sedih
        berkepala dua      : munafik
        tangan terbuka    : murah hati

2. PENGERTIAN PERIBAHASA
peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu.
yang termasuk peribahasa adalah :
1. pepatah,
peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran dari orangtua
contoh :
– tong kosong nyaring bunyiya = orang yang tak berilmu banyak bicaranya
– besar pasak daripada tiang = besar pengeluaran daripada pemasukan
2. ungkapan,
kiasan tentang keadaan atau kelakuan seseorang yang dinyatakan dengan pepatah atau beberapa patah kata
contoh :
– sejak pagi ia bermuka masam = perasaan tidak senang
– pagi ini, aku mendapat kopi pahit dari ayah = teguran , dimarahi
3. bidal/pemeo
pepatah yang mengandung sindiran, peringatan, ejekan
contoh :
– gendang gendut tali kecapi, kenyang perut senanglah hati
4. perumpamaan
kata-kata yang mengungkapkan keadaan seseorang dengan mengambil perbandingan dari alam sekitar yang biasanya didahului kata seperti : bak, laksana, seperti dll.
contoh :
– seperti anjing dengan kucing = tidak pernah damai
– bak pinang dibelah dua = mirip sekali
5. ibarat/tamsil
contoh : bagai kerakap diatas batu, hidup enggan mati pun tak mau =hidup miskin dan menderita
6. semboyan
kalimat, frase, atau kata yang digunakan sebagai pedoman atau prinsip
contoh :
– berani karena benar = jangan takut untuk bertahan dalam kebaikan

3. MAJAS
majas adalah bahasa yang mengandung makna kias yang dapat menghidupkan dan membangkitkan daya tarik. Majas terdiri atas 1). Majas perbandingan; 2). Majas pertentangan; 3). Majas sindiran; 4).majas penegasan

A.  Majas Perbandingan
Majas perbandindinga terdiri atas tujuh bentuk berikut :

1.  asosiasi/perumpamaan
      Majas asosiasi atau perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Majas ini ditandai dengan penggunaan kata bagai, bagaikan, seumpama, seperti dan laksana.
contoh : mukanya pucat bagaikan bulan kesiangan

2. metafora
    Majas metafora adalah majas perbandingan yang diungkapkan secara singkat dan padat.
contoh : dia adalah pelita hatiku

3. alegori
     Alegori adalah majas perbandingan yang bertautan satu dan yang lainya dalam kesatuan yang utuh. Alegori biasanya berbentuk cerita yang penuh simbol-simbol bermuatan moral.
contoh : hati-hatilah anda dalam mengarungi samudra yang penuh bahaya, gelombang, topan dan badai

4. personifikasi
    Personifikasi adalah majas yang membandingkan benda-bernyawa seolah-olah mempunyai sifat seperti manusia
contoh : peluit kereta api menjerit

5. Simbolik
    Simbolik adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan benda-benda lain sebagai simbol atau lambang.
Contoh:
a) Bunglon, lambang orang yang tak berpendirian
b) Melati, lambang kesucian
c) Teratai, lambang pengabdian

6) Metonimia
     Metonimia adalah majas yang menggunakan ciri atau lebel dari sebuah benda untuk menggantikan benda tersebut.
Contoh:
a)  Di kantongnya selalu terselib gudang garam. (maksudnya rokok
gudang garam)
b)  Setiap pagi Ayah selalu menghirup kapal api. (maksudnya kopi
kapal api)
7) Sinekdokhe
     Sinekdokhe adalah majas yang menyebutkan bagian untuk menggantikan benda secara keseluruhan atau sebaliknya. Majas sinekdokhe terdiri atas dua bentuk berikut.
a) Pars pro toto, yaitu menyebutkan sebagian untuk keseluruhan.
 Contoh:
(a)  Hingga detik ini ia belum kelihatan batang hidungnya.
(b)  Per kepala mendapat Rp. 300.000.
b) Totem pro parte, yaitu menyebutkan keseluruhan untuk sebagian.
Contoh:
(a)  Dalam pertandingan final bulu tangkis Rt.03 melawan Rt. 07.
(b)  Indonesia akan memilih idolanya malam nanti.


B. Majas Sindiran
Terdiri atas 3 macam:
1) Ironi
Ironi adalah majas yang menyatakan hal yang bertentangan dengan maksud menyindir.
 Contoh:
a)  Ini baru siswa teladan, setiap hari pulang malam.
b)  Bagus sekali tulisanmu sampai tidak dapat dibaca.

2) Sinisme
Sinisme adalah majas yang menyatakan sindiran secara langsung.
 Contoh :
a) Perkataanmu tadi sangat menyebalkan, tidak pantas diucapkan
oleh orang terpelajar sepertimu.
b)  Lama-lama aku bisa jadi gila melihat tingkah lakumu itu.

3) Sarkasme
Sarkasme adalah majas sindiran yang paling kasar. Majas ini biasanya diucapkan oleh orang yang sedang marah.

Contoh:
a)  Mau muntah aku melihat wajahmu, pergi kamu!
b)  Dasar kerbau dungu, kerja begini saja tidak becus!


C. Majas Penegasan
Terdiri atas tujuh bentuk:
1) Pleonasme
Pleonasme adalah majas yang menggunakan kata-kata secara berlebihan dengan maksud menegaskan arti suatu kata.
Contoh:
a)  Semua siswa yang di atas agar segera turun ke bawah.
b)  Mereka mendongak ke atas menyaksikan pertunjukan pesawat tempur

2) Repetisi
Repetisi adalah majas perulangan kata-kata sebagai penegasan.
Contoh:
a)  Dialah yang kutunggu,  dialah yang kunanti,  dialah yang
kuharap.
b)   Marilah kita sambut pahlawan kita,  marilah kita sambut idola
kita, marilah kita sambut putra bangsa.

3) Paralelisme
Paralelisme adalah majas perulangan yang biasanya ada di dalam puisi.
Contoh:
Cinta adalah pengertian
Cinta adalah kesetiaan
Cinta adalah rela berkorban

4) Tautologi
     Tautologi adalah majas penegasan dengan mengulang beberapa kali sebuah kata dalam sebuah kalimat dengan maksud menegaskan. Kadang pengulangan itu menggunakan kata bersinonim.
Contoh:
a)   Bukan, bukan, bukan itu maksudku. Aku hanya ingin bertukar
pikiran saja.
b) Seharusnya sebagai sahabat kita hidup  rukun, akur, dan
bersaudara.

5) Klimaks
    Klimaks adalah majas yang menyatakan beberapa hal berturut-turut dan makin lama makin meningkat.
Contoh:
a)  Semua orang dari anak-anak, remaja, hingga orang tua ikut antri
minyak.
b)  Ketua Rt, Rw, kepala desa, gubernur, bahkan presiden sekalipun
tak berhak mencampuri urusan pribadi seseorang.

6)  Antiklimaks
     Antiklimaks adalah majas yang menyatakan beberapa hal berturut-turut yang makin lama menurun.
a)   Kepala sekolah, guru, dan siswa juga hadir dalam acara syukuran itu.
b)   Di kota dan desa hingga pelosok kampung semua orang merayakan
HUT RI ke -62

7) Retorik
    Retorik adalah majas yang berupa kalimat tanya namun tak memerlukan jawaban. Tujuannya memberikan penegasan, sindiran, atau menggugah.
Contoh:
a)  Kata siapa cita-cita bisa didapat cukup dengan sekolah formal
saja?
b)  Apakah ini orang yang selama ini kamu bangga-banggakan?


     


D. Majas Pertentangan
Majas pertentangan terdiri atas empat bentuk berikut:
1) Antitesis
Antitesis adalah majas yang mempergunakan pasangan kata yang berlawanan artinya.
Contoh:
a)   Tua muda, besar kecil, ikut meramaikan festival itu.
b)   Miskin kaya, cantik buruk sama saja di mata Tuhan.

2) Paradoks
Paradoks adalah majas yang mengandung pertentangan antara pernyataan dan fakta yang ada.
Contoh;
a)  Aku merasa sendirian di tengah kota Jakarta yang ramai ini.
b)  Hatiku  merintih di tengah  hingar bingar pesta yang sedang
berlangsung ini.

3) Hiperbola
    Majas hiperbola adalah majas yang berupa pernyataan berlebihan dari kenyataannya dengan maksud memberikan kesan mendalam atau meminta perhatian.
Contoh:
a)  Suaranya menggelegar membelah angkasa.
b)  Tubuhnya tinggal kulit pembalut tulang.

4)  Litotes
     Litotes adalah majas yang menyatakan sesuatu dengan cara yang berlawanan dari kenyataannya dengan mengecilkan atau menguranginya. Tujuannya untuk merendahkan diri.
Contoh:
a)  Makanlah seadanya hanya dengan nasi dan air putih saja.
b)  Mengapa kamu bertanya pada orang yang bodoh seperti saya
ini?




D. KESALAHAN PEMAKAIAN GABUNGAN KATA DAN KATA
A). Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata yang mana, di mana, daripada.
Perhatikan contoh pemakaian di mana, yang mana, daripada yang salah dalam kalimat ini.
• Dalam rapat yang mana dihadiri oleh para ketua RT dan Rw
• Demikian tadi sambutan Pak Lurah di mana beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun bekerja.
• Marilah kita perhatikan kebersihan kita daripada lingkungan kita.

        Kalimat1 (satu) kerap kita dengar dalam aktivitas bermasyarakat kalau kita amati. Terdapat dua kesalahan dalam pemakaain bentuk gabungan itu, kesalahan pertama, dalam sebagian kalimat itu terdapat kata yang berlebih atau mubazir yang mengakibatkan terjadinya polusi bahasa. Kata mana dalam kalimat pertama tidak diperlukan, cobalah baca kalimat pertama tanpa kata mana, jadi bunyinya berubah seperti ini. Dalam rapat yang dihadiri oleh para ketua RT dan Rw.
Kalimat 2 (dua), pada bagian besar kalimat ini terjadi salah pakai bentuk gabung di mana tidak boleh dipakai dalam bentuk kalimat. Fungsi di mana dan yang mana bukan sebagai penghubung klausa-klausa, baik dalam sebuah kalimat maupun penghubung antar kalimat. Kalimat ini harus dipecah menjadi dua
 Demikian
§ tadi sambutan Pa Lurah
 Beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun dan
§ bekerja
Ada pun kalimat terakhir ini sama seperti kalimat pertama


b). Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dengan, di, dan ke
Pemakaian kata dengan dalam kalimat terutama ragam lisan, sering tidak tepat, perhatikan contoh yang salah berikut ini.
(1) Samapaikan salan saya dengan Dona
(2) Mari kita tanyakan langsung dengan dokter ahlinya.
Kata dengan pada kalimat diatas harus diganti dengan kepada, jika tidak kepada siapa salam ditujukan. Kata dengan tidak cocok dipakai untuk kalimat diatas karena dengan dapat berarti bersama.
Senada dengan kekeliruan pemakaian kata sambung dengan, pemakaian yang keliru juga sering terjadi untuk kata depan di dan ke yang seharusnya diisi oleh kata pada dan kepada. Kata depan di dan ke harus diikuti oleh tempat, waktu, sedangkan kepada harus diikuti nama/jabatan orang atau kata ganti orang. Contoh:
(1) Buku agendaku tertinggal di rumah Andi
(2) Jangan menoleh ke kiri
(3) Permohonan cuti diajukan kepada direktur


C. Kesalahan Pemakaian Kata berbahagia
      Dalam pertemuan formal ditengah masyarakat, kita sering mendengar kata berbahagia dipakai secara keliru oleh pembawa acara dan juga oleh pembicara lain. Umumnya kata berbahagia itu dimunculkan pada bagian awal suatu acara ketika pembicara menyapa hadirin, seperti contoh yang keliru berikut ini.
(1) Selamat malam dan selamat dating ditempat yang berbahagia ini
(2) Pada kesempatan yang berbahagia ini, kami mengajak hadirin untuk…….
Mengapa pemakaian dalam kalimat 1 dan 2 dikatakan keliru, karena berbahagia bukan kata sifat. Jika pada kata berbahagia diganti kata sifat misalnya, aman ,indah, bersih, tentu saja kalimatnya benar.


E.  MENANGKAP PESAN YANG TERSIRAT DALAM KARYA SASTRA

    Salah satu unsur intrinsik sebuah prosa adalah amanat.Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang lewat cerita. Pesan ada yang diungkapkan secara tersurat dan juga tersirat. Pesan tersirat biasanya ditafsirkan sendiri oleh pembacanya, atau dapat diketahui setelah membaca seluruh cerita.Berikut ini penggalan novel yang kental dengan pesan atau amanat, baik secara eksplisit maupun implisit.Bersama nenek, tidak ada bedanya bagiku seperti bersama ibu. Diajarinya aku mencintai tanah dan segalayang tumbuh di atasnya. Diajarinya aku berbicara dengan suara rendah namun sejelas mungkin. Tak perlu bernada lebih tinggi dari kawan bicara. Seperti ibuku, nenek berpendapat bahwa tumbuh-tumbuhan juga berjiwa. Berkali-kali ku dapati nenek berbicara kepada pohon jeruknya, kepada kembang-kembang melatinya, kepada kambojanya. Ketika aku baru tiba,diperkenalkannya aku pada cangkokan rambutan yang baru ditanam, kiriman dari seorang saudara yang mempunyai kebun luas di daerah Betawi. Sikap yang ramah penuh terima kasih selalu ditunjukkannya kepada pembantu dan petani yang bekerja di rumah maupun di sawah. Kakek dan nenek meskipun tidak bersamaan keduanya sepakat mengajari ku untuk mengerti bahwa kita tidak bisa hidup bersendiri, karena seseorang memerlukan orang lain untuk merasakan gunanya kehadiran masing-masing. Kelakuan yang sama harus pula ditunjukkan kepada semua makhluk termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan.
(Dikutip dari novel: Sebuah Lorong di Kotaku, oleh N.H. Dini)

Penggalan novel tersebut memuat amanat tentang sikapyang baik kepada sesama manusia. Sikap yang baik danperlakuan yang sama harus pula ditunjukkan kepada semua makhluk termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan.Untuk puisi, pengungkapan makna dan amanat dapat melalui pengamatan terhadap pilihan kata yang digunakan dalam puisi. Setiap kata yang teruntai dalam larik puisimerupakan kata-kata yang dipilih dan dianggap oleh penulispuisi dapat mewakili ungkapan yang ingin dituangkannya padapuisi. Jika seseorang ingin menceritakan keindahan alam melaluipuisi, tentu kata-kata yang digunakan merupakan kata pujian danyang menunjukkan simbol-simbol alam. Begitu pula dengan puisi yang berisi kritik dan pesan sosial, sarat dengan kata-kata yang menyimbolkan keadaan sosial yang ada bahkan dapat dikaitkandengan kehidupan sehari- hari, seperti puisi karya Whiji Tukul dibawah ini :


Lingkungan kita si mulut besar
Dihuni lintah-lintah
Yang kenyang menghisap darah tetangga
Dan anjing-anjing yang taat beribadah
Menyingkiri para penganggur
Yang mabuk minuman murahan
Lingkungan kita si mulut besar
Raksasa yang membisu
Yang anak-anaknya terus dirampok
Dan dihibur filem-filem kartun amerika
Perempuannya disetor ke mesin-mesin industri
Yang membayar murah
Lingkungan kita si mulut besar
Sakit perut dan terus berak
Mencret oli dan logam
Busa dan plastic
Dan zat-zat pewarna yang merangsang
Menggerogoti tenggorokan bocah-bocah
Yang mengulum es lima puluh perak.

Banyak kata yang dapat diidentifikasi mengandung gambaran keadaan sosial di lingkungan penyair atau yang dirasakannya. Beberapa kata juga dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, yaitu tentang kemiskinan, minuman keras, pengangguran, pekerja wanita, jajanan anak yang terkontaminasi zat pewarna, dan lain-lain. Setiap karya sastra memiliki unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam karya tersebut. Khusus untuk prosa fiksi seperti cerpendan novel, unsur-unsur intrinsiknya mudah Diidentifikasi tidak seperti puisi atau drama. Dengan membaca atau mendengarkan pembacaan sebuah cerita, kita dapat menganalisis unsur- unsur intrinsiknya jika kita memahami unsur-unsur tersebut.Bahkan jika kita telah mengenal tokoh, watak tokoh, latarcerita, dan alurnya, kemungkinan kita dapat menebak atau mereka isi cerita selanjutnya. Selain itu, kita juga dapatmenceritakan kembali cerita yang kita baca atau dengar secararingkas dengan mengetahui tema, jalan cerita, dan akhir daricerita dengan bahasa kita sendiri. Ringkasan cerita disebutdengan sinopsis. Untuk dapat melakukannya dengan mudah, kita harus banyakmembaca cerita atau mendengarkan pembacaan cerita agar kitamampu dan terbiasa menyerap informasi yang disampaikandalam bentuk cerita. Apalagi dengan kemampuan itu kitadapat memberikan komentar, tanggapan, atau penilaianmengenai karya sastra yang telah kita baca menjadi sebuahresensi







BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatanp pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejunlah kosakata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengkomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya. Selain kata yang tepat, efektivitas, komunikasi menuntut persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi
Ada tiga hal yang yang dapat kita petik. Pertama, kemampuan memilih kata hanya dimungkinkan bila seseorang menguasai kosakata yang cukup luas. Kedua, diksi atau pilihan kata mengandung pengertian upaya atau kemampuan membedakan secara tepat kata-kata yang memiliki nuansa makna serumpun. Ketiga, pilihan kata mengangkut kemampuan untuk memilih kata-kata yang tepat d an cocok untuk situasi dan konteks tertentu
SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari teman-teman yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.